Categories
Neurosains

Membentuk/Merubah Keyakinan atau Kebiasaan

Untuk merubah atau membentuk keyakinan atau kebiasaan baru, Anda perlu keberanian untuk mengambil resiko melakukan hal-hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Sama halnya dengan berkendaraan ke kantor, jika Anda memilih jalur yang selalu berbeda tentunya diri Anda menjadi semakin fleksibel dan jalur-jalur neuron dalam otak Anda akan terbentuk dan berkembang.

Latihan…

Baiklah, sekarang saya minta Anda untuk melipat tangan Anda di-dada (sedakep dalam bahasa Jawa-nya), gak usah pake mikir langsung bersedekap saja. Perhatikan letak lengan kanan dan kiri Anda, sekarang silahkan dibalik. Bagaimana susah? Jadi gak nyaman? Itu tandanya, jalur-jalur neuron untuk kebiasaan bersedekap Anda belum terbentuk sepenuhnya. Sehingga kalo Anda membiasakan dengan bersedekap model baru, makin lama makin sering Anda akan makin nyaman. Ya karena jalur-jalur neuron yang baru sudah terbentuk, Anda punya kebiasaan baru!

Dengan cara yang sama, kita bisa mengembangkan cara berpikir yang berbeda. Cara berpikir yang baru untuk pendekatan situasi atau kondisi atau kejadian yang sama. Misalnya, kebiasaan membaca buku, awalnya memang malas-malasan, tetapi karena Anda begitu semangat untuk ‘memaksa’-kan diri membaca, akhirnya membaca menjadi kebiasaan. Kira-kira, secara umum, butuh waktu 21 hari untuk membiasakan kebiasaan baru dan jalur-jalur neuron yang baru mulai terbentuk. Gampang khan? Gitu aja kok repot…

Sumber:

  • Burn, Gillian, 2005, THE NLP POCKETBOOK, Management Pocketbooks Ltd.
Categories
Neurosains

Cara Kerja Otak: Mengapa hasil Seminar Motivasi tidak bertahan lama?

Change your thoughts and you change your world. – Norman Vincent Peale

Every moment is a gift, when we stay open to what is appearing now. – Janet & Chris Attwood

When you are clear, what you want will show up in your life, and only to the extent you are clear. – Janet & Chris Attwood

Saat ini marak sekali buku-buku swa-bantu (self-help) maupun seminar-seminar motivasi yang beredar di negara kita tercinta ini, mulai dari pake NLP, Hypnosis, Mind Power dan lain sebagainya. Bahkan buku-buku atau seminar-seminar tersebut menggunakan embel-embel Magnet Uang, Peternakan Uang, Uang mengejar Anda dan masih banyak lagi, tapi mengapa kok gak sukses-sukses ya? Kok semangat-nya cepet padam, 3 hari, 1minggu, 2 minggu langsung pet?? Wis bubar, selesai, finish…

Kali ini akan saya coba menerangkan dari sisi pendapat yang dikemukakan oleh Dr Andrew Newberg dan Mark Waldman dari Pensylvania Univeristy, Study Center of Spirituality and Mind…

Ketika kita memperkenalkan sebuah gagasan baru ke dalam otak kita, maka akan terjadi kebingungan dan ketidaksesuaian yang menarik pada awalnya. Ini mungkin terasa tidak nyaman. Otak belum tentu menyukai gagasan baru, terutama jika gagasan itu bertentangan dengan keyakinan lama yang telah Anda pegang sejak lama. Jadi, jika Anda menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menanamkan harga diri yang rendah dan secara tiba-tiba Anda memutuskan untuk memperkenalkan gagasan bahwa Anda adalah seseorang yang benar-benar mengagumkan, dua sirkuit otak pasti saling berkompetisi: kenangan lama dan gagasan baru!

Ketika sesuatu yang baru masuk, otak memasuki mode waspada (-lah), Amygdala seakan-akan berkata, “Bangunlah, perhatikan nich, ada sesuatu yang lain/berbeda terjadi di dalam tubuh saya. Apakah ini aman atau bahaya ya?” Orang-orang perlu menyaring masa ketidaknyamanan ini pada waktu mereka menyesuaikan kembali hidup mereka dengan gairah hidup mereka.

Satu temuan neurologis yang sangat menarik menunjukkan bahwa Anda hanya dapat menyimpan kira-kira tujuh bagian besar informasi dalam kesadaran pada satu saat. Ketika informasi lain masuk, otak menyaring keluar unsur-unsur yang dianggapnya tidak penting. Jadi, jika Anda mencoba berpegang pada terlalu banyak gagasan, hasrat, atau tujuan pada suatu saat, otak seakan-akan berkata, “Ini terlalu banyak euy! Saya hanya dapat fokus pada sebagian informasi itu…”

Keterangan sekedarnya (supaya singkat, padat dan jelas)

  • Demikianlah secara ilmiah sudah jelas dari pernyataan Newberg dan Waldman tersebut bahwasanya wajar saja jika seminar-seminar motivasi hanya membuat pesertanya tidak bisa bertahan lama motivasi atau semangatnya, lha wong yang dimasukkan 90% adalah gagasan-gagasan baru langsung dech ketemu langsung dengan gagasan-gagasan lama yang sudah mengakar kuat (banget);
  • Lantas bagaimana? Sebagaimana saran Newberg dan Waldman, Anda harus menuliskan dan memvisualisasikan gagasan-gagasan baru dengan penuh emosi (emosi positif maksudnya, bukan sambil marah-marah) dan sesuai dengan gairah hidup Anda, agar lebih kuat dampak perubahan gagasan-gagasan baru-nya (kapan-kapan akan saya ulas sekalian 6 langkah NAC (Neuro Associated Conditioning)-nya Anthony Robbins terkait dengan masalah ini, Insya Alloh);
  • Nah ada ungkapan bagus dariĀ  Janet dan Chris Atwood, “Ketika Anda Jelas, apa yang Anda inginkan akan jelas terlihat dalam hidup Anda, dan hanya sampai sejauh Anda jelas melihatnya“. Jadi kuncinya adalah Become CLEAR! (gak hubungannya dengan salah satu produk shampoo). Maksudnya Anda harus jelas, apa yang sebenarnya Anda inginkan – terkait dengan gairah hidup Anda donk. Kalo gak tahu, gimana kita bisa tahu kalo sudah dapet apa yang kita inginkan?? Iya gak? Ini terkait dengan pemrograman pikiran;
  • Nah kalo tentang pemrograman pikiran (lebih tepatnya pandangan atau keyakinan hidup yang tersimpan ketat dalam pikiran) dijelaskan oleh Gunawan dan Setyono, “Sejak lahir kita telah mulai mendapat program, terutama dari orangtua kita. Apapun yang kita alami selama proses pertumbuhan dan perkembangan kita merupakan proses pemrograman yang tanpa kita sadari membentuk diri kita hingga saat ini“. Nah tu berabe khan…?
  • Nah sekarang kalo mo memasukkan gagasan2 baru untuk mengubah perilaku kita, sebaiknya jangan banyak2, lima aja sudah cukup, cari yang paling penting dan prioritas tinggi donk… Sesuaikan dengan gairah hidup Anda (your Life Passion), bisa khan? Selamat mencoba semoga berhasil, sukses, amin!
  • Jadi rumusnya: gagasan-gagasan baru + gairah hidup + komitmen = motivasi dan sukses tahan lama, Insya Alloh! Oya kenapa ada komitmen? Ya iyalah mosok punya gagasan yang sejalan dengan gairah hidup kok gak bisa komitmen, ya mestinya akan komitmen secara otomatis, iya khan?

Sumber:

Bingung, mo tanya2, silahkan saja pake form komentar atau sms/call 08886931260, semoga bermanfaat..

Categories
Neurosains

Efek Placebo: Tidak Semuanya ada di Kepala Anda

Untuk membantu pemasaran obat-obatan, perusahan farmasi harus menunjukkan bahwa hasilnya lebih baik daripada Efek Placebo. Namun, kadangkala Efek Placebo jauh lebih ampuh dari obat yang sesungguhnya. Hal ini telah menjadi misteri yang cukup lama bagaimana tubuh kita kok bisa-bisanya terpengaruh oleh obat palsu (gadungan, Efek Placebo), namun para ilmuwan telah banyak melakukan pelitian yang semakin mendekati pemecahan misteri ini, ternyata ada sebuah gen tertentu yang bertanggung-jawab (nach lo…) pada satu tipe Efek Placebo!

Efek Placebo bekerja karena pasien-pasien (sangat) percaya bahwa mereka menerima perawatan yang sesunguhnya. Mengharapkan perawatan sama halnya dengan mengharapkan penghargaan, sebagaimana telah ditunjukkan dalam berbagai macam penelitian, dan pengharapan penghargaan tersebut telah memicu pembebasan neurotransmitter dopamine dalam otak, yang membantu mengurangi gejala-gejala sakit dan depresi kronis. Lantas bagaimana Efek Placebo untuk kondisi-kondisi lainnya?

Tomas Furmark, seorang psikolog dari Universitas Uppsala di Swedia, menduga bahwa suatu neurotransmitter yang berbeda memegang peranan penting dalam tanggap Placebo pada gejala SAD atau Social Anxiety Disorder – suatu ketakutan yang tidak wajar karena merasa dihakimi (dinilai) orang lain. Studi citra otak (gambar dibawah) menunjukka bahwa amigdala, suatu area di otak yang mengatur tanggap ketakutan, aktif secara tidak wajar pada pasien-pasien SAD. Orang sehat dengan variasi tertentu dari dua gen yang mengatur neurotransmitter serotonin memilliki lebih banyak amigdala yang aktif.

Efek yang nyata: Pasien dengan sebuah salinan gen serotonin menunjukkan aktivitas amigdala yang lebih sedikit (kiri),hal ini menunjukkan adanya penurunan kecemasan, setelah pasien dikenai perlakuan efek Placebo. (Sumber: T. Furmark et al., Journal of Neuroscience)

Berdasar hasil ini, Furmark bersama koleganya – bekerja sama dengan perusahaan farmasi GlaxoSmithKline – menjalankan percobaan terkedali-placebo terhadap 108 pasien yang telah teridentifikasi sebelumnya menderita SAD. Para sukarelawan tersebut secara acak menerima baik pengobatan serotonin baru atau pil gula selama 8 minggu. Pada awal percobaan, pasien diminta untuk mempersiapkan dan melakukan pidato di depan sejumlah orang – suatu pemicu kecemasan – selama pidato dilakukan perekaman aktivitas amigdala menggunakan tomografi emisi positron. Teknik ini membolehkan para ilmuwan untuk merekam atau memantau aliran darah – dan sekaligus aktivitas – di beberapa area otak yang berbeda. Di akhir masa perawatan, mereka juga diminta untuk melakukan pidato (lagi), sehingga para ilmuwan bisa mendeteksi apakah pola aktivitas otaknya berubah.

Bahkan gula telah cukup untuk mengatasi beberapa kasus. Dari 25 pasien yang menerima placebo, 10 dilaporkan kegelisahan-nya berkurang pada akhir kajian. (Jumlah kelompok perlakuan tidak diberitahukan karena percobaan ini maish berlangsung.) Pindaian Otak selama pidato yang kedua menunjukkan amygdala mereka menjadi kurang aktif. Analisis genetik menunjukkan bahwa delapan orang yang mendapat bantuan dari placebo memiliki versi tertentu dari sebuah gen yang mengatur produksi serotonin disebut tryptophan hydroxylase promotor-2 (TPH2). Ini adalah salah satu varian genetik yang sama terkait dengan aktivitas di amygdala orang sehat. TPH2 adalah tanda pertama genetik yang terikat pad respon placebo apapun, demikian tim melaporkan.

Mencari tanda-tanda genetik untuk efek placebo dapat menimbulkan pertanyaan tentang etika yaitu bagaimana perusahaan mendesain uji klinis, tanya Furmark. Misalnya, “dapat menjadi godaan untuk menayangkan semua individual dan … memilih hanya mereka yang nonresponsive phenotype [terhadap percobaan].”

Psikiater Helen Mayberg dari Universitas Emory di Atlanta, Georgia, yang telah mempelajari Efek Placebo pada depresi, setuju bahwa penemuan tersebut dapat berimplikasi pada rancangan penelitian. Tetapi, awalnya dibutuhkan lebih banyak riset untuk menentukan apakah tanda genetik untuk placebo berasal dari SAD dapat disamaratakan untuk penyakit lainnya dan gen-gen lain apa saja yang ikut berkontribusi terhadap fenomena tersebut, ujarnya.

Diterjemahkan bebas dari…

  • Rachel Zelkowitz, The Placebo Effecr: Not All in Your Head, ScienceNOW Daily News, 2 December 2008

Semoga bermanfaat…!